Facebook vs Flu Babi
Di era milenium ini, selain flu babi, ada satu KLB atau Kejadian Luar Biasa yg tanpa disadari sudah mewabah dan menjadi 'pandemi', yaitu Facebook. Jejaring sosial, bentuk modern dari Agora-ruang diskusi publik era Yunani Kuno-ini didirikan oleh 'the three musketeers' Mark Elliot Zuckerberg, Dustin Moskovitz dan Chris Hughes dan telah melanda dimana-mana, mengubah 'perilaku serta habitus' manusia. Kebiasaan mengerjakan berbagai aktivitas di pagi hari kini bergeser menjadi menggenggam ponsel untuk OL, istilah awam untuk 'online' atau ngobrol di Facebook. Zuckerberg si jenius pendiri FB, drop out dari Universitas Harvard, Cambridge, saat ini menjabat sbg CEO Facebook dan pernah mendapat penghargaan Young Global Leaders, 2009. Dia mungkin tidak pernah membayangkan apa yg diciptakannya akan mewabah di dunia dan mengubah perilaku manusia dalam bersosial. Semula untuk mengetahui kabar atau kondisi terbaru teman, kita melakukannya dgn saling mengunjungi, surat menyurat atau sms. Sekarang, cukup dgn melihat 'status' atau 'wall', informasi teman bisa diperoleh. David Bell dalam bukunya 'An Introduction to Cybercultures' menulis 'Sitting here, at my computer, in cyberspace'. Lifestyle yg baru, aturan baru, isu baru, dinamika dan berbagai kecemasan, muncul dari perkembangan jagat maya dan budaya maya. Internet menurut P Ari Subagyo memang telah melahirkan 4 habitus baru, yaitu :
1. Membaca layar/screen-reading. Berbagai informasi tersaji di layar komputer yg nirkertas atau paperless
2. Gejala multisemiotis atau banyak tanda. Pengguna internet dituntut mampu memahami aneka tanda dalam teks atau synaesthesia
3. Menggunakan bahasa asing-bhs Inggris, yg jelas menyebabkan tersingkirnya bahasa lain
4. Memiliki keberaksaraan digital atau digital literacy, habitus baru yg menuntut keterampilan mengoperasikan program, memilah informasi dan knowledge.
Selain 4 habitus di atas dan melihat maraknya gejala demam facebook yg ada saat ini, sebenarnya ada beberapa hal yg perlu diwaspadai, yaitu :
1. Terjadinya pergeseran minat dari bersosial secara langsung di dunia nyata ke di dunia maya yg sebenarnya tidak nyata atau unreal dan menyebabkan kemampuan membaca 'bahasa tubuh' sesama manusia tidak berkembang. Ini mendorong seseorang menjadi tidak peka terhadap situasi komunitasnya sendiri di kehidupan nyata.
2. Berkurangnya kemampuan untuk mengatur waktu. Diakui atau tidak, pengguna facebook lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengupdate status, 'menunggu comment atau memberi comment dibandingkan dgn melakukan aktivitas fisik yg lebih positif.
3. Timbulnya 'kegelisahan' akibat dari adanya posting comment tertentu. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan menerjemahkan 'tanda dan makna' dalam satu teks posting comment ke konsep sebenarnya yg dimaksud oleh si penulis comment. Dampak emosi yg timbul akan lebih sulit diatasi, karena si pembaca tidak bertemu langsung dgn penulisnya
4. Terbentuk masyarakat yg individualis karena terbiasa 'bersosial' di dunia maya yg menuntut mereka untuk konsentrasi penuh ke layar komputer/ponsel sehingga tidak 'peduli' lagi pada keadaan sekelilingnya.
Dengan demikian adalah wajar jika ada kecemasan terhadap adanya facebook. Namun tidaklah bijak jika langsung menuding facebook sbg bentuk yg haram. Kiranya lebih tepat jika kita bersama-sama meletakkan frame yg tepat untuk facebook. Bebas namun tetap ada aturan yg mampu meminimalisir dampak negatif dari facebook, misalnya aturan usia penggunanya dan batasan waktu pemakaiannya, sehingga tidak ada lagi slogan 'Facebookslave, make status till die...'.
1. Membaca layar/screen-reading. Berbagai informasi tersaji di layar komputer yg nirkertas atau paperless
2. Gejala multisemiotis atau banyak tanda. Pengguna internet dituntut mampu memahami aneka tanda dalam teks atau synaesthesia
3. Menggunakan bahasa asing-bhs Inggris, yg jelas menyebabkan tersingkirnya bahasa lain
4. Memiliki keberaksaraan digital atau digital literacy, habitus baru yg menuntut keterampilan mengoperasikan program, memilah informasi dan knowledge.
Selain 4 habitus di atas dan melihat maraknya gejala demam facebook yg ada saat ini, sebenarnya ada beberapa hal yg perlu diwaspadai, yaitu :
1. Terjadinya pergeseran minat dari bersosial secara langsung di dunia nyata ke di dunia maya yg sebenarnya tidak nyata atau unreal dan menyebabkan kemampuan membaca 'bahasa tubuh' sesama manusia tidak berkembang. Ini mendorong seseorang menjadi tidak peka terhadap situasi komunitasnya sendiri di kehidupan nyata.
2. Berkurangnya kemampuan untuk mengatur waktu. Diakui atau tidak, pengguna facebook lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengupdate status, 'menunggu comment atau memberi comment dibandingkan dgn melakukan aktivitas fisik yg lebih positif.
3. Timbulnya 'kegelisahan' akibat dari adanya posting comment tertentu. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan menerjemahkan 'tanda dan makna' dalam satu teks posting comment ke konsep sebenarnya yg dimaksud oleh si penulis comment. Dampak emosi yg timbul akan lebih sulit diatasi, karena si pembaca tidak bertemu langsung dgn penulisnya
4. Terbentuk masyarakat yg individualis karena terbiasa 'bersosial' di dunia maya yg menuntut mereka untuk konsentrasi penuh ke layar komputer/ponsel sehingga tidak 'peduli' lagi pada keadaan sekelilingnya.
Dengan demikian adalah wajar jika ada kecemasan terhadap adanya facebook. Namun tidaklah bijak jika langsung menuding facebook sbg bentuk yg haram. Kiranya lebih tepat jika kita bersama-sama meletakkan frame yg tepat untuk facebook. Bebas namun tetap ada aturan yg mampu meminimalisir dampak negatif dari facebook, misalnya aturan usia penggunanya dan batasan waktu pemakaiannya, sehingga tidak ada lagi slogan 'Facebookslave, make status till die...'.
Label: Facebookslave
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda